Warung Saoto Bathok Mbah Katro, Destinasi Wisata Kuliner Unik Di Tengah Areal Persawahan Jogyakarta


Sahabat-sahibit blogger se-dunia, dalam perjalanan sebagai Blogger Pemuja Makanan berkeliling merambah dunia kuliner, akhirnya langkah kakiku sampai juga di Jogyakarta. Di sini saya bertemu dan mendapat sambutan super ramah dari seorang blogger Jogya ternama yang juga merupakan seorang editor, penulis dan pendakwah, ia tak lain dan tak bukan adalah Pak Muhaimin Azzet, yang sering dipanggil Pak Azzet.

Beliau mengantar saya berwara-wiri dengan sepeda motornya, mengunjungi tempat-tempat yang memiliki keunikan di Jogyakarta, salah satunya mengajakku berwisata kuliner ke sebuah warung yang sungguh unik, selain karena lokasinya berada di areal persawahan, sekitar 50-an meter dari sebelah utara lokasi Candi Sambisari, juga cara penyajiannya yang lain daripada yang lain, yaitu Warung Saoto Bathok Mbah Katro.

Saat saya dan pak Azzet tiba di warung ini, lahan parkir roda dua yang terletak di seberang jalan depan warung, sudah padat dipenuhi oleh berbagai macam jenis kendaraan roda dua milik para pengunjung Warung Saoto Bathok Mbah Katro.  Pemilik warung ini bernama "Katro Sumaryo", Usianya masih terbilang muda, sekitar 40-an tahun, namun mengherankan, karena diusia semuda itu sudah dipanggil dengan nama Mbah Katro...hi hi hi :-D

Di sepanjang bahu jalan terparkir beberapa mobil para pengunjung. Beruntunglah, dengan bantuan petugas parkir yang sigap, akhirnya kami bisa mendapat tempat untuk memarkir kendaraan roda dua yang kami tumpangi.

Selanjutnya kami memesan menu yang ada di warung ini, di bagian depan warung. Bangunan tempat pesan menu, semuanya terbuat dari bambu, mulai dari tiang, dinding hingga pintu, yang juga berfungsi sebagai tempat bayar alias kasir.

Adapun menu yang dijajakan hanya menu utama berupa Soto Daging Sapi, sedangkan menu pendampingnya berupa sate usus, sate telur puyuh dan tempe goreng, beserta minuman ringan berupa teh.


Penggunaan nama Saoto sendiri, konon kabarnya adalah kata lain dari Soto, dan sudah digunakan sejak jaman Jepang, itu menurut informasi yang saya dengar dari  karyawan warung saoto bathok ini. 

Setelah memesan kami diberikan sebuah nomor terbuat dari lembaran kertas yang dijepit oleh bambu dan beralaskan kotak terbuat dari bambu. Rupanya itu adalah nomor meja atau nomor pondok alias gubuk, sekaligus sebagai nomor pesanan, agar karyawan warung tidak salah orang saat mengantarkan menu yang telah dipesan sebelumnya.

Dari bagian depan kami melangkah di bawah deretan tiang bambu yang dibuat seperti pergola, namun tanpa atap, namun itu malah menambah nilai artistiknya. Saya dan pak Azzet menuju deretan saung atau gubuk yang tiang-tiang dan lantainya terbuat dari bambu dengan tinggi dari tanah seukuran setengah meter. Untuk naik ke atas harus menggunakan tangga yang terbuat juga dari bambu, sedangkan atapnya berbahan asbes.



Gubug yang ada jumlahnya sekitaran delapan buah, tapi ingat yaa, ini bukan gubug derita...ini gubug khusus untuk wisata kuliner loh, dan lokasinya lumayan bersih. Konsep warungnya seperti menyatu dengan alam. Penggunaan material bambu untuk keseluruhan bangunan yang  ditata sedemikian rupa, menjadikan suasana warung serasa benar-benar seperti di kampung halaman, yang belum terkontaminasi dengan tata ruang moderenisasi.

Sementara desain gubuknya dibentuk seperti gubuk yang biasa kita lihat di tengah sawah. Saya tidak menemukan tempat duduk di dalam gubuk, yang ada hanya dua lembar tikar berbahan plastik saja, rupanya untuk kami gunakan duduk lesehan.

Akan tetapi buat yang tidak suka lesehan, disediakan pondok khusus yang di dalamnya sudah tersedia bangku dan meja.

Di sekitar gubuk terlihat selain hamparan persawahan yang luas, ada juga kolam ikan dan sebuah wahana bermain untuk anak-anak.,,sepertinya warung ini marketnya menyasar ke warung keluarga dech. Penataan yang unik, dengan lingkungan sekitar yang asri nan hijau, menjadi daya tarik tersendiri bagi para pengunjung warung saoto bathok ini.

Dari celah-celah anyaman bambu pada rangka gubug, saya bisa merasakan desiran angin yang sepoi-sepoi, sungguh menyejukkan dan membuat mata jadi ngantuk, ingin tertidur.

Tak lama kami duduk menikmati indahnya areal persawahan, datanglah karyawan warung membawakan menu kuliner yang sudah kami pesan sebelumnya. Tidak seperti soto pada umumnya yang disajikan dalam piring atau mangkok kaca, soto di warung ini disajikan dalam wadah berupa “Tempurung Kelapa” atau “Bathok Kelapa” beralaskan piring terbuat dari tanah liat . Hmm, mungkin inilah sebabnya sehingga dinamakan Saoto Bathok.

Ini dia menu pesanan saya dan pak Azzet.

Selain Soto yang sering disebut juga sebagai Soto Bathok Candi Sambisari, ada juga sate usus dan tempe goreng, beserta irisan jeruk nipis dan sambal serta teh es manis. Semua itu disajikan dalam piring kecil terbuat dari tanah liat.

Komposisi sotonya, sepertinya sama serupa soto-soto lainnya yang pernah saya konsumsi, berupa tauge, irisan daging sapi, daun seledri, bawang goreng, kecap dan daun sup serta nasi yang sudah bercampur di dalamnya.

Rasa racikan sotonya sendiri tidak terlalu istimewa, namun tertutupi dengan aroma segar dari tauge dan daun sup serta seledri-nya., dan daging sapinya itu daging tanpa lemak. Kuahnya yang bening kalau ditambah sambal dan jeruk, lumayan juga dech rasanya.

Bicara soal harga, sahabat-sahibit blogger se-dunia jangan kaget yaa, karena harga seporsi soto di warung ini hanya Rp. 5.000,- saja. Alamakkkk, hari giniiii, masih ada yang berani kasih harga lima ribuan, apa kata dunia.

Tapi ini bukan kata dunia, ini memang kata penjualnya, harga Saoto Bathok seporsinya Cuma Rp. 5.000,- titik, nggak pake koma. Untuk tempe goreng, 500 rupiah sebiji, sate telur puyuh 2000 rupiah pertusuk dan sate usus seribu rupiah pertusuk, semuanya murah kebangetan kan :-)

Tahu nggak sahabat-sahibit blogger se-dunia, dalam sehari Saoto Bathok  bisa terjual sebanyak minimal seribuan porsi soto. Kalau hari libur bisa meningkat hingga dua kali lipat....huebaattt kan.

Narsis bareng dulu saya dan Pak Azzet :-D


Lokasi yang unik dan menarik, harga makanan yang murah dan pemandangan yang indah, menjadi daya tarik utama Warung Saoto Bathok yang mulai beroperasional di awal tahun 2015, dan itu sebenarnya sesuatu hal yang sangat tak ternilai harganya.

Karena bisa berwisata kuliner sambil menikmati pemandangan yang indah dari penampakan situs candi serta areal persawahan nan hijau menguning, sembari menikmati wanginya aroma tanaman padi yang sedang mekar berbuah...wow…sungguh ruarrrrr biasssaaaaaaa.

Siapa tahu ada di antara sahabat-sahibit blogger se-dunia yang ingin berkunjung ke warung ini, monggo bin tabe' silahkan dicatat alamatnya di bawah ini :

Warung Saoto Bathok Mbah Katro
Jalan Candi Sambisari
Desa Sambisari, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman
Jogyakarta, Indonesia
Buka Jam 06:00 s/d 16:00

Tabe, salama' ki'
Keep Happy Blogging Always, Mari Ki' Di'
Salam Kuliner :-)

2 komentar:

  1. wah ini mantap sekali pasti makan lebih banyak krn suasana yang nyaman bangetttt

    BalasHapus
  2. Alhamdulillaah..., menikmati soto di tengah padi yang mulai mekar, angin bertiup lembut, duh... rasanya ingin berlama-lama ya, Pak :)

    BalasHapus

Tiada kesan tanpa jejak komentar sahabat-sahibit yang menakjubkan :-D